SEJARAH RADEN MAS PANJI TILAR
NEGARA
DESA LENDANG NANGKA KECAMATAN
MASBAGIK
KABUPATEN LOMBOK TIMUR
PROVINSI NTB
Keberadaan situs-situs
sejarah yang sangat diyakini sebagai situs peninggalan Raden Mas Panji Tilar Negara berupa Makam beliau dan kerabat, lokasi
tempat tinggal beliau yang hingga saat ini masih dikenal oleh masyarakat dengan
sebutan “PURI”, dan benda-benda peninggalan yang masih terawat
dan diyakini oleh masyarakat, tidak lepas dari sejarah hidup Raden Mas Panji Tilar Negara.
Jauh sebelum Raden Mas Panji Tilar Negara memilih desa Lendang Nangka sebagai tempat untuk menetap,
tersebut rangkaian perjalanan panjang yang telah beliau lewati. Perjalanan
sebagai putra mahkota kerajaan Selaparang, diasingkan dan menetap di Kerajaan
Alas Sumbawa, kembali ke Lombok dan mendirikan kedatuan Langko, hingga
perjalanan terakhir beliau di desa Lendang Nangka.
Perjalanan panjang Raden Mas
Panji Tilar Negara diawali oleh konplik internal kerajaan Selaparang. Pada
waktu itu, usia beliau baru 10 tahun. Perhatian ayahanda beliau Prabu Panji Anom yang sangat berlebihan kepada salah
seorang selir, menyebabkan perhatian Prabu
Panji Anom kepada rakyat dan
istri-istri yang lain juga permaisuri menjadi sangat kurang. Hal inilah yang
membuat Raden Mas Panji Tilar Negara sangat kesal dan marah. Tetapi, beliau
tidak mampu berbuat apapun.
Dalam kemelut internal
kerajaan pada masa itu, terjadi insiden kecil yang secara tidak sengaja
telah menyebabkan kematian selir kesayangan ayahanda Prabu Anom. Raden Mas
Panji Tilar Negara yang pada saat itu masih sangat beliau menjadi tertuduh
penyebab kematian selir raja. Dan oleh raja, beliau diperintahkan untuk dihukum
mati. Guna menghindari hukuman mati tersebut, karena pertimbangan bahwa Raden
Mas Panji adalah putra mahkota, kesalahannya tidak jeleas karena hanya
kecelakaan saja, dan usia beliau juga masih sangat belia, maka Patih Mangkubumi
dan Panglima Rauh Lang Sejagad berinisiatif untuk menitipkan Raden Mas Panji
Tilar Negara pada Sultan Seran. Maka sejak saat itu, beliau dibesarkan oleh
Sultan seran.
Sepeninggal ayahanda Prabu
Anom, para petinggi Selaparang menemui Sultan Seran untuk meminta Raden Mas
Panji kembali, tetapi Sultan Seran tidak mengizinkan dengan alasan akan
menjadikan beliau sebagai penerus kesultanan Seran. Hampir terjadi pertempuran antra pasukan Selaparang
dengan kesultanan seran, tapi oleh Raden Mas Panji pertempuran tersebut dapat
didamaikan. Melihat gelagat kemungkinan besar Raden Mas Panji Tilar Negara akan
meninggalkan Kesultanan Seran dan kembali ke Selaparang, maka Sultan Seran
segera menikahkan beliau dengan putri satu-satunya yaitu Putri Ayu Kencana Dewi.
Raden Mas Panji meninggalkan
Kesultanan Seran 1 bulan setelah menikah dengan izin untuk menengok Selaparang.
Tetapi, di tengah laut beliau memutuskan untuk memutar arah ke selatan dan
berlabuh di Labuhan Haji.itulah asal penamaan Labuhan Haji. Disana beliau
menetap hampir 1 tahun lamanya. Hingga Sultan seran datang menjemput beliau
bersama istri dan putra beliau. Putra beliau ini yang kemudian dikenal dengan
nama Raden Mas Untalan dan selanjutnya menjadi Sultan seran menggantikan
kakeknya.
Pada waktu yang hampir
bersamaan, mengetahui Raden Mas Panji berada di Perigi (Labuhan Haji), para
petinggi kerajaan Selaparangpun datang menjemput beliau. Tapi lagi-lagi beliau
memutuskan untuk tidak kembali ke Selaparang seperti halnya tidak kembali ke
Seran sumbawa(jok samawa endek ke yak ulek-jok selaparang endek ke yak ulek).
Dan karena keputusan itu, beliau meminta supaya adik beliau Raden Mas Pakel
yang dinobatkan menjadi raja.
Guna memberikan ruang yang
luas kepada Raden Mas Pakel dalam menjalankan tugas negara, beliau bersama
istri, Patih dan Panglima Rauh Lang sejagat juga pasukannya, memilih untuk
menetap diperbatasan Kerajaan Selaparang. Tempat ini kemudian dikenal dengan
sebutan Kedatuan Langko yang berbatasan dengan Kerajaan Pejanggik di sebelah
barat dan Kedatuan Parwe (Sakra) disebelah selatan.
Berkembangnya kedatuan langko
menyebabkan kekesalan kerajaan Pejanggik dan Perwe. Konspirasi kedua kerajaan
ini menyebabkan terjadinya perang Langko. Perang Langko mengakibatkan Raden Mas
Panji bersama istri, putranya Raden Mas Kraeng Kerta Wijaya, petinggi kedatuan
Langko dan sekitar 40 orang sisa pasukan meninggalkan Langko dan bergerak
menuju ke arah timur hingga sampai di daerah SONGAK.
Selama tinggal di Songak, beliau tinggal di kediaman Muntar. Beliau (Muntar)
masih merupakan keluarga dekat RM. Panji/sepupu Prb. Anom. Setelah beberapa
lama beliau tinggal di Songak, beliau selanjutnya melanjutkan perjalan ke
wilayah Tanaq Maiq (sebelah selatan Masbagik). Beberapa lama disana, atas permintaan
masyarakat masbagik, beliau pindah ke wilayah Presak (sebelah utara Masbagik).
Akan tetapi, tidak lama beliau disana, beliau putuskan untuk pindah ke wilayah
Tojang (1 km dari pusat desa Lendang Nangka), dan dari Tojang beliau kemudian
terakhir pindah dan menetap di desa Lendang Nangka yakni puri dalem selaparang.
berikut foto-foto rumah dan makam raden mas panji tilar negara
peresmian rumah
peradaban selaparang
oleh balai arkeologi bali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar